Pacaran? Stigma Perempuan Hamil di Luar Nikah


Ilustrasi foto: unsplash.com

Masa remaja tampak asik dan menarik bagi para muda-mudi. Nonton bioskop, jalan bareng teman, main kesana-kemari tak bosan dilakoni. Seakan bumi sedang berpihak sekali di masa ini.

Waktu bersama teman bagai magnet yang tak boleh lepas begitu saja. Belum lagi bicara tentang si doi yang jadi rentetan harian sepulang sekolah. Atau sekedar jadi topik obrolan yang berujung bahas, “Eh kapan ya bisa punya pacar? Kok dia gak peka sih?”.

Pacaran identik dengan sepasang kekasih yang saling menyayangi dan mencintai. Kata banyak orang seperti, “Dunia milik berdua.” Segala ucapan orang lain sering kali diabaikan. Tak jarang justru dianggap perkara runyam. Padahal kalau dipikir-pikir tidak semua hal salah dari ucapan orang lain.

Perempuan dari sisi apa pun harus hati-hati. Di nilai dari berbagai sudut pandang, bahkan jadi stigma paling rawan di masyarakat luas. Bukan sebuah kalimat semata, tapi realita sudah jelas di depan mata. Tinggal menelaah dan menyaring, mampukah menyerap atau sekadar lewat.

Jika ada seorang tetangga, kerabat, teman/sahabat, atau orang yang tidak dikenal mengalami kondisi ‘hamil di luar nikah’. Apa pikiran pertamamu? Pendapat kamu tentangnya? Mungkin dalam hati ada yang bilang, “Bukan perempuan baik-baik/salah didik orang tua/tak bermoral dan beretika.” Stigma semacam itu jadi bumerang menakutkan.

Tapi, bagaimana jika dia berada di keluarga yang tak bermasalah, orang tua selalu ada, moral dan etika yang dimiliki pun baik. Kadang justru terjadi karena rasa ingin mencoba dalam diri yang lebih besar. Takut kehilangan kekasih, bisa jadi dia adalah korban pelecehan seksual.

Kurangnya sex education yang diberikan juga faktor penyebabnya. Belum lagi faktor lingkungan dalam bergaul dan memilih teman. Selain itu, keegoisan orang dewasa tidak memberi tahu justru membuat anak mencari tahu sendiri.

Di dunia ini ada banyak periode dari kehidupan seseorang yang tidak orang lain ketahui. Semua punya proses dan langkah arungi hidupnya. Tidak semua hal negatif benar bentuknya, begitu pun sebaliknya.

Percakapan berat ini, jadi jawaban atas keliru dan stigma yang aku dengar di telinga. Stigma tentang perempuan yang hamil di luar nikah. Sebagian besar orang dengan kasus seperti ini akan berkoar sana-sini. Jika begini perempuan selalu jadi bahan omongan paling diminati.

Beragam stigma dan opini yang telah mengakar memang sulit untuk dibantah apalagi ditahan, hanya bisa biarkan. Perlakuan serta ucapan tak layak bagian yang menyerang perempuan. Tapi, laki-laki tak menerima stigma demikian. Sungguh perempuan seolah peluru yang menancap tepat sasaran.

Kerugian di tangan perempuan, dijatuhkan, dipermalukan, dihina, dicaci dan dimaki. Lantas, bagaimana dengan pilih jalan aborsi? Seolah jalan pintas ini lebih baik. Sementara itu, jika sudah begitu masyarakat diam tak bergeming.

Kehidupan seperti dijajah harus ikut dengan perintah. Stigma hamil di luar nikah geger silih berganti. Langkah aborsi, jadi wadah cari aman. Lebih buruk dari mempertahankan dibanding menggugurkan. Tak lain agar tampak lihai menutupi kerikil-kerikil.

Wahai perempuan, mari bersama-sama untuk hargai diri. Kita berharga, istimewa, dan berarti. Terlepas dari masalah pribadi yang dimiliki. Cinta itu suci, jadi kalau sudah melewati batas suci artinya bukan cinta lagi. Sudah dibumbui rasa ingin lain. Kita adalah milik kita sendiri. Hidup atas pilihan yang telah diambil alih. Menjaga nama baik pribadi itu kunci diri. 

Erlinda Septiawati/ PNJ

Komentar

Postingan Populer